Perjuangan Gomos Manalu, Anak Penjual Roti yang Pernah Diundang NASA

Perjuangan Gomos Manalu, Anak Penjual Roti yang Pernah Diundang NASA



PEMATANGSIANTAR, KOMPAS.com - Gomos Parulian Manalu, pemuda berpostur kurus dan berwajah serius itu, datar saja saat disapa di rumahnya, Jalan Cemara 34, Pematangsiantar, Senin (8/5/2017) siang.

Gomos sedang memainkan laptop di ruang tamu rumah kontrakan mereka yang tidak ada kursi atau meja. Dia ditemani ibundanya, Juli boru Hutabarat (41) dan dua adiknya.

Juli mempersilakan Kompas.com duduk di alas tikar tempat mereka sedang bercengkerama. Gomos kemudian menyudahi fokusnya di hadapan laptop yang sedari tadi dia perhatikan.

Juli bercerita, Gomos baru saja pulang dari Medan untuk mengurus persiapan menjelang keberangkatannya ke Bandung.

Pemuda lulusan Del Laguboti, Kabupaten Tobasa, itu baru saja diterima di Sekolah Tinggi Elektro dan Informatika (STEI) Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui jalur undangan.

Gomos akan mendaftar ulang ke Bandung pada 16 Mei 2017. Jauh sebelumnya, sang ibu, Juli mengaku sudah membeli tiket pesawat Gomos untuk pergi dan pulang.

"Karena habis dia daftar ulang, kan kembali lagi," kata Juli.

Sertifikat yang diperoleh Gomos Parulian Manalu setelah diundang oleh NASA atau Badan Antariksa Amerika Serikat untuk menyampaikan riset bertajuk Micro-Aerobic Metabolism Of The Yeast Saccharromyces Cerevisae In A Microgravity Environment. (KOMPAS.com/Tigor Munthe)Juli menyebutkan, persiapan Gomos untuk melanjutkan perkuliahan sudah hampir rampung. Karena memang Gomos selama kuliah di ITB, biaya kuliah, asrama dan uang sakunya juga sudah ditanggung oleh perguruan tinggi itu.

"Sudah beres semua. Tinggal berangkatlah ke Bandung," ungkap Juli yang sehari-hari berjualan roti eceran di Terminal Sukadame, Parluasan, Pematangsiantar.

Gomos bersama rekan-rekannya dari Del Laguboti pada 29 Maret 2016 pernah diundang oleh NASA atau Badan Antariksa Amerika Serikat untuk menyampaikan riset bertajuk Micro-Aerobic Metabolism of The Yeast Saccharromyces Cerevisae In A Microgravity Environment. Sebuah kesempatan langka bagi seorang anak buruh bangunan dan penjual roti.

Zesman Manalu (39), ayah Gomos, sehari-hari bekerja sebagai buruh bangunan. Sempat menjadi pengumpul barang bekas, namun berhenti karena hasil pekerjaan itu tak mencukupi ekonomi keluarga. Kini, Zesman juga sedang menganggur.

"Sejak SD, Gomos memang selalu juara 1. Masuk ke SMP Negeri 1 Pematangsiantar, dia masuk kelas unggulan. Meski tak juara kelas, tapi Gomos selalu masuk 10 besar di sekolah favorit itu. Selepas itu, Gomos masuk ke Del Laguboti," ungkap Juli.

Selama mengikuti pendidikan di Del Laguboti, ibu Gomos harus banting tulang untuk membayar keperluan sekolah putra sulungnya itu. Meski hanya penjual roti, tetapi Juli merasa lega bisa menutupi biaya pendidikan anaknya hingga tuntas.

"Walau kadang harus ngutang sana-sini, tapi sanggup juga kami. Syukur Tuhanlah. Selain itu, Gomos juga tahu diri, uang yang saya kirim dia sisihkan buat ditabung. Meski uang akhirnya lenyap karena credit union tempat dia nabung itu tutup," tutur Juli.

Tak ingin repotkan orangtua

Menurut Juli, setiap kali Gomos akan melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, misal dari SMP ke Del Laguboti, dia selalu bertanya kesiapan dan keyakinan Gomos.

Begitu juga saat akan mengambil ITB sebagai perguruan tinggi yang dipilih, Gomos selalu ditanya dan memberikan jawaban keyakinannya untuk bisa dan mampu.

"Soal uang, aku pikir itu tak masalah. Selama kuliah semua sudah ditanggung. Kalau kebutuhan lainnya, katakan buku atau hal-hal lainnya, aku kan bisa saja sambil bekerja seperti mengajar les privat," kata Gomos, penyuka novel dan cerpen berbau sains itu.

Gomos lalu dengan tenang menyebutkan, dia sudah mempersiapkan segala sesuatunya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang dia idamkan dan tak harus menyusahkan ibu bapaknya yang memang secara ekonomi tak terlalu memadai.

Masih ada empat adik-adiknya yang harus ditanggung oleh bapak ibunya. Pria kelahiran Pematangsiantar, 5 Februari 2000, itu mengaku, dirinya tak pernah khawatir dengan biaya. Justru dia akan fokus bagaimana belajar dan kelak mewujudkan cita-citanya.

Disinggung soal jurusan yang dia ambil di ITB, Gomos menyebut sengaja mengambil Elektronika dan Informatika yang memang terbaik di Indonesia. Dia juga menilai, jurusan itu cocok dengan kemampuannya.

Proses mengambil jurusan saat mendaftar, Gomos tunggal dengan pilihan itu, meski ada tiga pilihan ditawarkan.

"Aku hanya pilih jurusan itu. Meski ada tiga pilihan. Aku di situ saja. Karena itu sesuai kemampuanku. Kalau tak jebol ya tak mengapa. Tapi diterima. Nanti S-2 jika lulus S-1 ngambil Informatikanya," tegas Gomos yang sudah merancang langkah-langkah rintisan pendidikannya jauh hari sebelumnya.

sumber : kompas.com
Read More