HUKUM ADAT DALIHAN NA TOLU TENTANG HAK WARIS

HUKUM ADAT DALIHAN NA TOLU TENTANG HAK WARIS

(HARTA WARISAN YANG TIDAK BISA DIBAGI)

Harta warisan yang disebut pusaka di adat budaya Batak ialah milik bersama sebagai lambang kekeluargaan dan persaudaraan saompu atau semarga. Harta pusaka yang seperti itu tidak dibagi dan inilah yang disebut pusaka tinggi.
Harta pusaka tinggi yang dimaksud adalah yang berikut ini.
1.      Golat
Dinamai golat atau tanah marga ialah lahan yang milik kelompok turunan atau marga. Golat atau tanah marga ini disebut juga tanah adat. Biasanya golat, tanah marga atau tanah adat ini dijadikan tempat perburuan, tempat menggembalakan ternak. Bila berupa kolam dijadikan beternak ikan, di mana hasilnya milik bersama. Bisa juga dijadikan membuka perkampungan amok anak-anak manjae.
Read More
Pembagian Warisan

Pembagian Warisan

Penerapan Hukum Waris Adat Batak Toba
Dalam pembagian warisan orang tua, yang prinsipil mendapatkan warisan adalah pihak anak laki-laki, sedangkan anak perempuan hanya mendapatkan bagian dari orang tua suaminya atau kalau boleh kami mengatakannya bahwa dengan kata lain pihak perempuan mendapatkan warisan dengan cara hibah (pemberian). Pembagian harta warisan untuk anak laki-laki juga tidak sembarangan, karena pembagian warisan tersebut ada kekhususan, yaitu anak laki-laki yang paling kecil (dalam Bahasa Batak disebut Siapudan). Anak Siapudan ini, akan mendapatkan warisan yang khusus.

Dalam sistem kekerabatan “Batak Parmalim”, pembagian harta warisan tertuju pada pihak perempuan. Ini terjadi karena berkaitan dengan system kekerabatan keluarga juga berdasarkan ikatan emosional kekeluargaan. Dan bukan berdasarkan perhitungan matematis dan proporsional, tetapi biasanya dikarenakan orang tua bersifat adil kepada anak-anaknya dalam pembagian harta warisan. Pada masyarakat Batak non-parmalim (telah bercampur baur dengan budaya dari luar), hal itu juga pembagian warisan seperti diatas masih dimungkinkan terjadi. Meskipun, besaran harta warisan yang diberikan kepada anak perempuan sangat bergantung pada situasi, daerah, pelaku, doktrin agama yang dianut dalam keluarga, serta kepentingan keluarga itu sendiri. Apalagi, ada sebagian orang yang lebih memilih untuk menggunakan nasional Indonesia, yaitu: hukum perdata dalam hal pembagian warisannya.

Status Hak Warisan Anak Tiri Dan Adopsi
Dalam sistem kekerabatan masyarakat Sukut Adat Batak Toba, khusus untuk hak anak tiri ataupun anak angkat telah disamakan dengan hak anak kandung, sepanjang apabila sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, harus melewati proses adat tertentu, dengan maksud dan tujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga dari orang yang mengangkatnya. Tetapi meskipun telah melewati proses ada pengangkatan sebagaimana yang telah kami uraikan diatas, ada beberapa jenis harta yang tidak dapat diwariskan kepada anak tiri dan atau anak angkat, yaitu: pemberian harta warisan pusaka turun-temurun milik marga keluarga. Karena, yang berhak untuk memperoleh jenis pusaka inilah adalah keturunan asli dari orang yang mewariskan.

Pembagian Harta Warisan yang Diberikan Kepada Perempuan
Dalam peraturan adat Batak (ruhut-ruhut ni adat Batak), telah ada dijelaskan bahwa pembagian harta warisan bagi perempuan, hanya memperoleh:
  • Tanah (Hauma pauseang);
  • Nasi Siang (Indahan Arian);
  • Warisan dari Kakek (Dondon Tua)
  • Tanah sekedar (Hauma Punsu Tali);
Memang sepertinya penerapan pembagian harta warisan dalam suku adat Batak masih terkesan kuno, namun peraturan pelaksanaan adat-istiadatnya lebih terkesan ketat dan lebih tegas. Hal ini adalah ditunjukkan dalam pewarisan, yang mana anak perempuan terkesan tidak mendapatkan apapun juga.

Pembagian Harta Warisan yang Diberikan Kepada Pihak Laki-laki
Sebagaimana telah kami singgung diatas, bahwa yang paling banyak mendapat pembagian harta warisan adalah anak Bungsu atau disebut Siapudan, yaitu berupa:
  • Tanah Pusaka;
  • Rumah Induk atau rumah bersama peninggalan orang tua;
Sementara, untuk harta yang lainnya dibagi rata oleh semua anak laki-laki. Ada hal lain yang diterapkan kepada anak Siapudan, dimana dianya tidak boleh pergi meninggalkan kampung halaman (merantau), karena anak Siapudan tersebut sudah dianggap sebagai penerus ayahnya. Misalnya saja, jika sang ayahnya adalah Raja Huta atau Kepala Kampung, maka akan langsung turun kepada Anak Bungsunya (Siapudan) tersebut.

Sistem Pembagian Apabila Tidak Punya Anak Laki-Laki
Apabila, satu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka hartanya akan jatuh ke tangan saudara ayahnya (bapa tua atau uda). Sementara untuk anak perempuannya tidak mendapatkan apapun dari harta orang tuanya. Dalam hukum adat, saudara ayah yang memperoleh warisan tersebut, harus menafkahi segala kebutuhan dan keperluan anak perempuan dari si pewaris sampai mereka berkeluarga.

Seiring dengan perkembangan jaman, dan banyaknya masyarakat suku adat Batak yang menerapkan hukum perdata, peraturan adat sebagaimana yang telah kami uraikan diatas, sudah mulai bergesar dan sudah banyak tidak lagi yang memberlakukannya, khususnya yang sudah merantau ke daerah lain atau yang sudah berpendidikan tinggi. Penerapan hukum nasional, terlebih-lebih dalam mengimplementasikan hukum perdata (BW) dalam generasi masyarakat batak sekarang ini, dianggap lebih adil bagi semua anak, juga dengan adanya menerapkan persamaan gender, baik antara hak laki-laki adalah sama dengan hak perempuan, maka pembagian warisan dalam masyarakat adat Batak Toba saat ini sudah mengikuti kemauan dari orang yang ingin memberikan warisan. Tapi, bukan berarti semua orang yang bersuku Batak telah menerapkannya, karena yang masih tinggal di kampung (huta) masih menggunakan waris adat Batak seperti di atas.

sumber : http://advokat-silaen-associates.blogspot.co.id/

Read More