Jenis dan Tingkatan Raja dalam masyakat Batak

Inilah jenis dan Tingkatan Raja dalam masyarakat Batak :
  1. Raja Huta, yakni pemimpin tertinggi di dalam satu huta atau kampung pemukiman. Secara tradisi biasanya pendiri kampung dipilih rakyatnya menjadi raja huta. Kemudian ditentukan siapa yang menjadi raja pandua atau raja kedua (wakil raja). 
  2. Raja Horja, yaitu raja yang memimpin beberapa huta (kampung) yang bergabung menjadi satu horja. Raja dipilih dari para raja huta yang bergabung dalam federasi Horja. Demikian juga wakilnya. De Boer menyebutkan bahwa raja horja adalah kesatuan kolektif pemimpin horja yang bernama raja parjolo, raja partahi dan raja pandapotan. 
  3. Raja Bius, yaitu raja yang memimpin upacara di dalam satu persekutuan bius. Raja bius dipilih dari setiap kumpulan horja. Dinamakan juga RajaPandapotan dipilih dalam satu rapat warga. Dia berkemampuan memimpin dan menyelenggarakan upacara keagamaan bersama raja parbaringin. Bila dia menyelenggarakan pesta bius, maka raja-raja pandapotan yang lain diundang untuk berpartisipasi. 
  4. Raja Parbaringin yaitu terdiri dari empat orang yang dipilih anggota masyarakat dari tiap-tiap bius marga dalam satu rapat khusus. Raja-raja ini merupakan pemimpin-pemimpin upacara kepercayaan keagamaan. 
  5. Raja Maropat (Toba), adalah para pemimpin yang secara struktural dibentuk oleh Raja Sisingamangaraja XII, sebagai orang yang sangat dipercayainya dalam segala hal. Mereka berfungsi mewakili Raja Sisingamangaraja dalam pesta bius untuk minta hujan, melawan penyakit kolera atau cacar, maupun pesta taon atau mamele taon yang diselenggarakan sekali setahun saat panen perdana. 
Upacara-upacara adat selalu dipimpin oleh orang yang dihunjuk secara demokratis oleh masing-masing pihak (hasuhuton) yang terlibat adat. Penghunjukan pemimpin upacara adat yang dinamakan juga raja parhata atau Raja Parsinabul (parsinabung), dengan menanyakan semua keturunan nenek moyang (marompu-ompu) secara berurutan menurut senioritas dalam silsilah keturunan. 

Proses pemilihan pemimpin upacara pada adat kematian, perkawinan dan yang lain adalah sama. Tampaknya penamaan pemimpin di kalangan orang Batak Toba cenderung beragam. Hal ini bisa terjadi karena pemerintahan adat Batak Toba tidak sentralistis, tetapi otonomitis, atau desentralistis. Masing-masing wilayah punya kebiasaan penamaan kepemimpinan sendiri, sesuai dengan latar historis mereka masing-masing. Bahkan tampaknya pada setiap jenis kegiatan ditentukan para pemimpinnya dengan nama sendiri yang dihubungkan dengan fungsinya. Misalnya ketika akan membahas pendirian satu perkampungan baru, maka akan hadir dalam rapat atau tonggo raja (sering juga dinamakan marria raja) yang diadakan khusus untuk tujuan itu, raja parjolo, raja patahi, raja huta dan raja namora. Mereka adalah pemimpin-pemimpin yang mendiskusikan pembangunan perkampungan baru itu secara musyawarah untuk bermufakat. Setiap hadirin berhak bicara (demokrasi) sesuai dengan jenjangnya. Bila tidak tercapai permufakatan, maka gagasan mendirikan kampung baru itu harus ditunda. Atau bila yang berencana kurang merasa puas, mereka akan mengulangi permohonannya pada kesempatan lain, atau membawanya ke tingkat horja untuk dipertimbangkan.

sumber : http://lanangzussaukah.blogspot.com/



Subscribe to receive free email updates: