Tahi Bonar (TB Simatupang)


Sang Jenderal Pemikir

Dirangkum oleh: Sri Setyawati
Tahi Bonar Simatupang atau lebih dikenal dengan sebutan T.B. Simatupang adalah anak kedua dari tujuh bersaudara. Dia lahir pada tanggal 28 Januari 1920 di Sidikalang, Sumatera Utara, dan meninggal dunia pada tanggal 1 Januari 1990 di Jakarta. Simatupang menikah dengan Sumiarti Budiardjo, adik Ali Budiardjo yang pernah menjabat Menteri Penerangan, pada tanggal 12 Desember 1948 dan dikaruniai empat orang anak.

Simatupang muda dibesarkan dalam sebuah keluarga Kristen yang saleh. Keluarganya sangat memegang tradisi Gereja Lutheran dan adat Batak. Saat Simatupang masih kecil, ayahnya yang bernama Simon Mangaraja Soaduan Simatupang berpulang ke rumah Tuhan. Tak lama kemudian, Simatupang sekeluarga pindah dari Sidikalang ke Siborong-borong. Meskipun dia menjadi anak yatim, ibunya bertekad untuk tetap menyekolahkannya. Inilah riwayat pendidikan Simatupang:
1. HIS (setingkat SD) di Siborong-borong, hingga tahun 1934.
2. MULO (setingkat SMP) di Tarutung, hingga tahun 1937.
3. AMS di Batavia/Jakarta, hingga tahun 1940.
4. Pendidikan kemiliteran Koninklije Militaire Academie (KMA) di Bandung, hingga tahun 1942.
Setelah lulus AMS, Simatupang menetapkan hati untuk masuk ke sekolah militer. Perjalanan militernya berawal ketika pemerintah Belanda membuka kesempatan pendidikan Akademi Militer Kerajaan Belanda di Hindia Belanda, sebagai kepanjangan Koninklije Militaire Academie (KMA) Breda di Bandung, Jawa Barat. Akademi ini didirikan untuk mempersiapkan militer-militer yang akan diperintahkan untuk membebaskan Negeri Kincir Angin dari Nazi Jerman kelak, dengan memberi kesempatan kepada penduduk pribumi menjadi perwira, dengan sejumlah persyaratan masuk yang menguntungkan Kerajaan Belanda.
Panglima Eskader Angkatan Laut Belanda, Laksamana Helfrich, menyerukan kepada rakyat Indonesia agar mempersiapkan diri mengambil bagian dalam upaya pembebasan Negeri Belanda di waktu yang akan datang. Dalam pidatonya dia berkata, "Uw naam zal blijven voortleven onder de bevrijders van Nederland" yang artinya, "Nama Anda akan hidup terus di antara para pembebas Negeri Belanda." Bagi Simatupang kalimat tersebut begitu kuat tertancap di dalam ingatannya dan dia menerjemahkannya, "Nama Anda akan hidup terus di antara para PEMBEBAS INDONESIA".
Setelah melewati berbagai tahapan seleksi, Simatupang berhasil diterima sebagai kadet taruna bersama 149 kadet taruna yang lain. Mereka diwajibkan untuk mengikuti sekolah militer sampai mereka siap diutus ke medan perang. Karena itu, mereka sering kali dilatih praktik kemiliteran pada tahun-tahun pertama dan kedua. Pelajaran yang paling ditunggu-tunggu Simatupang adalah teori tentang strategi militer dan taktik perang. Dia ingin membuktikan bahwa bangsa Indonesia memiliki strategi perang yang bagus, mampu meraih kemerdekaan, dan membangun angkatan perang yang tangguh.
Setelah menyelesaikan studi kemiliterannya, Simatupang semakin ahli dalam menyusun strategi perang dan menjadi diplomat yang ulung. Dia juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Perang RI (1948 -- 1949) dan Kepala Staf Angkatan Perang RI (1950 -- 1954).
Simatupang pensiun dari dinas kemiliteran pada tahun 1959 dan meraih gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari Universitas Tulsa, AS, pada tahun 1969. Setelah pensiun, dia mengisi hari-harinya dengan kegiatan gerejawi. Dia memberikan cukup banyak sumbangan dalam pengembangan landasan-landasan etik teologi bagi umat Kristen, untuk bertanggung jawab kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.
Keterlibatan Simatupang di lembaga dan organisasi gereja tidak terjadi secara kebetulan. Ini adalah pilihan terbaik yang dikehendaki oleh Tuhan untuk dia. Hal ini tidak dilakukan sebagai bentuk pelarian dari jabatannya sebagai anggota militer, namun merupakan suatu panggilan khusus baginya.
Melihat kesungguhannya di setiap bidang yang digelutinya, Th. Sumartana, intelektual muda dari kalangan Kristen, menyebut Simatupang sebagai "Teoretikus oikumenis pertama yang lahir dari lingkungan gereja-gereja di Indonesia setelah kemerdekaan".
Simatupang juga termasuk salah satu tokoh yang banyak memberikan sumbangan bagi pekabaran Injil di tanah Batak, khususnya pada era Dr. Ingwer Ludwig Nommensen, seorang misionaris Jerman, yang kemudian dijuluki dengan Rasul bangsa Batak. Karena sumbangsihnya, selain di bidang keagamaan, orang-orang Batak juga mengalami kemajuan di bidang pendidikan dan kesehatan.
Sejak kecil Simatupang sangat gemar membaca dan menulis. Dia cukup banyak menulis buku, lebih-lebih setelah memasuki masa pensiun. Beberapa buku yang ditulisnya adalah "Soal-Soal Politik Militer di Indonesia" (1956), "Pengantar Ilmu Perang di Indonesia" (1969), "Laporan dari Banaran" -- penuturan Simatupang tentang serangan mendadak Belanda atas Yogyakarta pada tanggal 18 Desember 1948 (diterbitkan Sinar Harapan, 1980), "Peranan Angkatan Perang dalam Negara Pancasila yang Membangun" (Yayasan Idayu, 1980), "Pelopor dalam Perang Pelopor dalam Damai", "Sinar Harapan" (1981), "Iman Kristen dan Pancasila" (BPK Gunung Mulia, 1984), "Harapan, Keprihatinan dan Tekad: Angkatan 45 Merampungkan Tugas Sejarahnya" (Inti Idayu Press, 1985), dan terakhir buku "Membuktikan Ketidakbenaran Suatu Mitos: Menelusuri Makna Pengalaman Seorang Prajurit Generasi Pembebas Bagi Masa Depan Masyarakat, Bangsa, dan Negara" yang diterbitkan oleh harian umum Suara Pembaruan dan Pustaka Sinar Harapan pada tahun 1991.
Jasa Simatupang dalam membangun masa depan, sangat dihargai oleh bangsa dan negara Indonesia. Sebagai bentuk penghargaan, Simatupang diberi anugerah Bintang Mahaputera Adipradana (diberikan pada tanggal 9 November 1995). Penghargaan ini juga diabadikan dalam bentuk pendirian Perhimpunan Institut T.B. Simatupang. Kehadiran Perhimpunan Institut T.B. Simatupang telah membuka wacana baru tentang perlunya penggalian para tokoh besar yang pernah dilahirkan bangsa Indonesia, di luar dua nama besar Sang Proklamator, Bung Karno dan Bung Hatta.
Sudut pandang T.B. Simatupang tentang Kekristenan di Indonesia
Tuhan menempatkan gereja untuk menjadi terang di segala bidang, baik bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Keberadaan gereja di Indonesia adalah suatu tanda pengutusan Tuhan agar umat-Nya ambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan, dan keutuhan bangsa Indonesia.
Gereja mengakui bahwa negara adalah alat di tangan Tuhan yang bertujuan untuk menyejahterakan manusia dan memelihara ciptaan Allah. Oleh karena itu, gereja dan negara harus bahu-membahu dalam mengusahakan penegakan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Gereja memunyai kewajiban untuk menaati hukum negara. Sebaliknya, negara berkewajiban mengayomi dan melindungi seluruh rakyatnya, termasuk gereja agar leluasa dalam menjalankan fungsi dan panggilannya masing-masing.
Sebagai warga negara, orang-orang Kristen berhak untuk berpartisipasi dalam bidang politik dan pemerintahan. Dengan berpartisipasi dalam bidang politik, jiwa kritis dan kreatif dapat disumbangkan sepenuhnya kepada negara demi perkembangan negara dan masyarakat. Partisipasi ini harus dilihat sebagai suatu tugas yang diberikan oleh Tuhan untuk melayani kepentingan masyarakat. Akan tetapi, gereja tidak dapat disamakan dengan partai politik. Atas dasar perlakuan yang sama, gereja harus memberikan bimbingan dan pelajaran kepada semua orang Kristen yang terlibat dalam politik, tanpa membedakan ikatan kepartaiannya.
Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila bukanlah negara sekuler. Oleh karena itu, agama tidak hanya diakui keberadaannya, tetapi juga fungsi dan peranannya di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Negara Indonesia juga bukan negara agama, tetapi fungsi dan peranan agama itu diakui dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Di dalam negara Pancasila, setiap agama memunyai tugas dan panggilan bersama dalam masyarakat, bangsa, dan negara. Menurut agama Kristen misalnya, umat Kristen bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan kota dan negaranya, serta melakukan kehendak Tuhan -- mewujudkan keselamatan rohani dan kesejahteraan manusia.
Dirangkum dari:
1. E-ti/mlp. "Pemikiran T.B. Simatupang: Hubungan Kristen Protestan Dengan Pancasila". Dalamhttp://pintuonline.com/artikel/pemikiran-t-b-simatupang-hubungan-kristen-protestan-dengan-pancasila.html
2. Matondang, H.M. Victor dan Tahi Bonar Simatupang. "Percakapan Dengan Dr. T.B. Simatupang". Dalamhttp://books.google.co.id/books?id=K3K6MPVCDjsC&pg=PA48&lpg=id#v=onepage&q&f=false
3. ________. "Sang Jenderal yang Berutang Teguh pada Prinsip dan Iman". Dalamhttp://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/291-sang-jenderal-yang-berutang?start=1

sumber : http://biokristi.sabda.org/tb_simatupang

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tahi Bonar (TB Simatupang)"

Post a Comment

obatak.id tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE