Annie Bertha Simamora

WARTAWATI SENIOR

Wartawati senior, Annie Bertha Simamora, yang dikenal kritis dalam sejumlah tulisan dan pandangannya meninggal dunia pada usia 62 tahun di Rumah Sakit Mitra Keluarga Internasional, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin 11/8/03 pukul 11.30. 

Annie meninggal setelah dua tahun menderita penyakit kanker paru-paru dan sempat dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Singapura. Terakhir ia menjabat sebagai anggota Dewan Redaksi Harian Sore Sinar Harapan. 



Jenazah Annie disemayamkan di rumah duka, yang merupakan tempat tinggalnya selama ini, di Kompleks Dinas Hukum dan Militer (Diskum) Cakrawijaya VI Blok J 11, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Sebelum dimakamkan, jenazah Annie dibawa ke Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) Marturia, Cipinang Muara, Jakarta Timur. Jenazah Annie dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Kelapa, Jakarta Timur, hari Selasa 12/0/03 pukul 14.00 WIB. 

Annie lahir di Luwuk, Sulawesi Selatan, 16 April 1941. Annie bergabung dengan Sinar Harapan sejak 1 Juli 1972. Di rumahnya yang sederhana, Annie memilih tidak menikah dan hanya ditemani seorang pembantu. 

Anie muda menyelesaikan pendidikan lanjutan atas di Methodist English School, Medan. Ia sempat meneruskan pendidikannya ke Fakultas Publisistik Universitas Indonesia, namun tidak tamat. Sesudah itu, Annie mengecap bermacam ilmu, di antaranya pendidikan sekolah tinggi teologia, komunikasi massa di Berlin Barat, mengikuti pendidikan atas beasiswa Colombo Plan di Australia, dan mengikuti Foreign Journalist Project, di Indiana University, Amerika Serikat. Karir jurnalistik Annie dimulai pada 1960 dengan bergabung bersama Harian Berita Indonesia sebagai reporter. Di harian itu ia bertahan hingga tahun 1964. Pada 1964-1971 ia bergabung bersama Harian Berita Yudha, dan kemudian pada 1971-1972 di Harian Proklamasi.



Sejak 1 Juli 1972 Annie bergabung dengan Harian Sinar Harapan sampai harian itu dibatalkan SIUPP-nya pada 8 Oktober 1986, dan kemudian terbit kembali dengan nama Suara Pembaruan pada 4 Februari 1987. Ia memasuki masa pensiun di Suara Pembaruan pada 1 Mei 1998. Tetapi, Annie tak pernah berhenti berkarya. Ia tetap aktif menulis hingga akhir 2000. Ketika Sinar Harapan terbit kembali pada tahun 2001, Annie pun kembali ke harian itu dengan menduduki posisi Dewan Redaksi.

Selama menjalani tugas jurnalistik, ia lebih banyak bertugas di lingkungan Departemen Luar Negeri. Hal itu membuatnya lebih dikenal luas di kalangan diplomatik Indonesia di luar negeri maupun korps diplomatik asing yang bertugas di Jakarta. Ia juga dikenal dekat dengan pejabat-pejabat penting negeri ini seperti Moerdiono, Mensesneg pada masa Orde Baru. Karena kerap bertemu dengan Moerdiono, ia jadi paham maksud pernyataan presiden yang disampaikan menterinya itu. Namun, sebagai wartawan profesional, ia sering mencari klarifikasi pernyataan Soeharto yang disampaikan melalui Moerdiono. Pengalaman dan pergaulannya sebagai wartawan membuat wawasannya begitu luas. Dengan keluasan wawasannya itu, ia sering diminta memberikan ceramah kepada calon-calon diplomat Indonesia. Gayanya dalam memberi ceramah dan gaya berceritanya selalu menarik perhatian. Annie dikenal sebagai wartawan dengan mobilitas tinggi. Dengan mobilitasnya itu tak heran jika ia susah ditemui di kantor, apalagi di rumah. Ia tak pernah berhenti bergerak. Semua rekan kerjanya menggurauinya lebih hapal ilmu bumi dunia daripada nama-nama kota di Indonesia! Kaki Annie teramat panjang menjangkau negara-negara di Eropa, Amerika, Australia, dan tidak terhitung negara-negara Asia. “Tugas ke luar negeri seperti ke Pasar Baru saja,” rekan-rekan kerja mengibaratkan. Annie mengaku tertarik menjadi wartawan karena profesi ini glamour. Beruntung ia ditempatkan di desk luar negeri, yang dengan begitu ia sering bepergian meninggalkan negeri ini. Tokoh-tokoh politik, diplomat, hingga kepala negara banyak yang mengenalnya dengan baik dan tak segan-segan mengundangnya untuk berkeliling negaranya, atau untuk sekadar makan bersama keluarga. Di setiap pertemuan, ia sangat lincah mengumpulkan informasi dan berita. Dalam konferensi-konferensi pers, baik bertaraf nasional maupun internasional, ia terkenal galak melancarkan pertanyaan bernada jebakan. Annie pula satu-satunya yang berjuang untuk mendapatkan kesempatan bertanya dan mendapat jawaban dari Presiden Bill Clinton, ketika Presiden AS itu berkunjung ke Indonesia. “Masak dia cuma kasih kesempatan kepada wartawan Gedung Putih?” katanya pada saat itu.

Kepergian Annie ternyata membawa duka bagi banyak kalangan. Pada Senin sore sampai malam hari tampak melayat di rumah duka mantan Menlu Mochtar Kusumaatmadja, mantan Menlu Ali Alatas, mantan Menneg KLH Sarwono Kusumaatmadja, pendiri CSIS Hary Tjan Silalahi dan lain-lain. Ketua Umum PWI Pusat, Tarman Azzam dari Lampung mengirimkan SMS ikut berduka cita atas meninggalkan Annie Bertha. Ia mengatakan pers Indonesia kehilangan wartawati yang hebat dan profesional.

sumber artikel : www.tokohindonesia.com

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Annie Bertha Simamora"

Post a Comment

obatak.id tidak bertanggung jawab atas isi komentar yang ditulis. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE